Sejarah Toyota dimulai ketika Kiichiro Toyoda, pendiri Toyota yang
lahir tahun 1894. Ayahnya, Sakichi Toyoda dikenal sebagai seorang penemu
mesin tenun otomatis (automatic loom). Terbawa genetik keingintahuan besar untuk meneliti dan menghasilkan sesuatu, Kiichiro
Toyoda memutuskan mengabdikan dirinya untuk menghasilkan mobil. Sesuatu
yang tak jelas ujung pangkalnya saat itu. Dengan kerja keras tanpa
henti, bayi Toyoda, sebuah pionir prototipe mesin Model A kemudian lahir tahun 1934. Diikuti mobil dan truk pertama tahun 1935, model A1 dan
G1. Disusul hasil desain kedua mobil model AA tahun 1936. Tahun 1937,
Toyota Motor Company berdiri sendiri, dipisahkan dari Toyota Automatic
Loom Company, untuk siap menempuh jalur karirnya sendiri.
Dari tahun 1936 sampai 1943, Toyota mulai menjual sedan, tetapi jauh lebih sukses menjual truk dan bis. Turn-around menuju
percepatan produksi terjadi setelah perang dunia ke-2. Di Desember
1945, Toyota membangun produksi mobil melalui sistem manajemen yang
justru diabaikan Amerika, namun dihidupkan oleh pelaku legendaris Toyota
yang dikenal kemudian: Taiichi Ohno. Sistem kaizen dan lean manufacturing menjadi
dasar produksi. Ohno lah yang justru dikenal dalam sejarah Toyota
sebagai orang yang meletakkan dasar-dasar pondasi filosofi, prinsip dan
sistem manajemen Toyota, yang berlaku sampai saat ini, di mana hubungan
manusia dan pekerjaan didefinisikan melalui filosofi The Toyota Way.
The Toyota Way adalah suatu sistem yang dirancang untuk
menyediakan alat-alat bantu agar manusia terus-menerus memperbaiki
pekerjaannya. Filosofi jangka panjang Toyota adalah setiap manusia
memiliki kebutuhan untuk mendapatkan makna, menemukan motivasi dan
memantapkan tujuan pribadi dalam hidupnya. Dalam mengambil keputusan,
filosofi Toyota membuat para pemimpin Toyota selalu mendasarkan
keputusan-keputusan perusahaan pada filosofi jangka panjang membangun
perusahaan, meskipun itu berisiko pada berkurangnya pencapaian tujuan
finansial jangka pendek.
Setelah 77 tahun menduduki posisi nomor 1 sebagai produsen mobil
terlaris di dunia, General Motor kemudian lengser ke ranking kedua.
Posisinya kini diambil alih Toyota.
Di sepanjang 2008, GM menutup penjualan 8.355.947 mobil dan truk di
seluruh dunia. Sementara Toyota menjual sekitar 8.972.000 dan berselisih
616 ribu unit. Bagi saya yang cukup lama di Toyota, kenyataan ini
bukanlah sesuatu yang mengejutkan. Meski terjadi lebih cepat dari
dugaan (karena adanya krisis global), prediksi bahwa Toyota akan merajai
dunia, menjadi sebuah logika pasti. Pertanyaannya hanyalah kapan.
Toyota secara konsisten telah menunjukkan jauh lebih baik dari
pesaingnya dalam hal kualitas, produktifitas, penurunan biaya,
penjualan, pertumbuhan pasar, dan kapitalisasi pasar. Tetapi juga
mengherankan, begitu banyak peneliti, penulis, konsultan, wartawan yang
meliput Toyota. Begitu banyak pula perusahaan meniru Toyota. Mengapa
kesuksesannya tidak sebaik Toyota? Apa kunci sukses Toyota? The Power of HR.
Di Harvard Business Review, Stephen J. Spear menyebutkan bahwa
Toyota memiliki DNA yang sulit diduplikasi. Ketika perusahaan lain
menirunya, mereka hanya meniru tampak luarnya. Mereka tidak meniru DNA
yang menjadi sumber perilaku dahsyat sumber kemenangan kompetitif. Orang luar Toyota hanya meniru kanban pull system, kaizen, heijunka, muda-mura-muri, nemawashi, genchi genbutsu, pokayoke, visual control, small lot production, dan seterusnya. Tetapi mereka belum berhasil menghunjamkan filosofi dasar yang menegakkan sistem tersebut.
Toyota sangat percaya bahwa proses yang benar akan memberi hasil yang benar ( The Right Process Will Produce the Right Results).
Saya ingat betul bagaimana CEO legenda Astra International, T.P.
Rachmat, membingkai filosofi ini setiap kali ia memberi wejangan pada
para manajer Astra: “Jangan hanya berkonsentrasi pada hasil. Sebagai
manajer, perbaiki prosesnya, Anda akan mendapatkan hasilnya”. Proses
yang dimaksud di sini adalah bagaimana pekerjaan dilakukan, dan seberapa
baik dan kompeten orang yang melakukannya.
Untuk mendapatkan valuable people ini, Toyota tanpa henti,
tanpa kenal lelah, tanpa pernah mempertanyakan jumlah investasinya,
tanpa pernah menahan membelanjakan uangnya, Toyota memperbaiki
manusianya. Toyota sangat percaya bahwa tidak mungkin ada nilai tambah
yang bisa dihasilkan manusia perusahaan, bila perusahaan tidak memberi
nilai tambah pertama-tama pada orangnya. Melalui in-house,
outhouse, overseas training, in class training, on the job training, job
assignment, mentoring, coaching, counseling, gemba, dan semua cara pengembangan orang yang
memungkinkan Toyota terus berusaha merubah hati, cara berpikir, sikap
kerja, kompetensi, karakter, motivasi dan keterampilan manusianya.
Salah satu hal yang sangat menyenangkan dan memberi rasa aman bekerja
di Toyota adalah Anda tak akan pernah dipertanyakan seberapa uang yang
akan Anda belanjakan untuk mendapatkan the right people. Anda
justru akan lebih stress untuk berpikir apakah program dan eksekusi
pengembangan yang Anda lakukan sudah cukup atau belum, baik dari sisi
kuantitas, apalagi dari sisi kualitasnya. Pertanyaannya, bukan berapa
uang yang digunakan untuk pengembangan pegawai. Manajemen Toyota sangat
yakin bahwa tidak ada yang sia-sia dengan pengembangan karyawan untuk
meningkatkan nilai tambah pegawai (value added for people). Manajemen Toyota percaya bahwa return on human investment (ROHI) pasti akan lebih baik, sepanjang
programnya berkualitas. Asal program dieksekusi sepenuh hati oleh
semua level dan didukung penuh oleh Direksi . Asal kualitas program
terus dievaluasi dan ditingkatkan.
Terimakasih Anda telah membaca posting di atas yang
Dipublikasikan Oleh : Unknown
Telp : 085211911125 | 089622829224 (+Whatsapp)
Semoga informasi mengenai Sejarah Toyota bisa memberikan manfaat.
Silahkan Tweet/Share/Like untuk berbagi dengan kerabat Anda.
Dipublikasikan Oleh : Unknown
Telp : 085211911125 | 089622829224 (+Whatsapp)
Semoga informasi mengenai Sejarah Toyota bisa memberikan manfaat.
Silahkan Tweet/Share/Like untuk berbagi dengan kerabat Anda.